Melepas Minyak Goreng ke Mekanisme Pasar Kebijakan yang Fatal

Sariagri - Pemerintah melaui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan (bermerek) dan selanjutnya mensubsidi minyak goreng curah. Padahal sebelumnya Kemendag memastikan minyak goreng curah tidak bisa diperdagangkan mulai 1 Januari 2022, seiring dengan implementasi kewajiban minyak goreng kemasan yang tertuang dalam Permendag No. 36/2021 tentang minyak goreng sawit wajib kemasan. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebutkan beberapa kemungkinan akibat dari perubahan kebijakan minyak goreng yang dilakukan pemerintah. “Jadi kalau misalkan minyak goreng curah yang disubsidi, itu berarti satu kemungkinannya akan terjadi pergeseran, migrasi dari konsumen yang membeli minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah subsidi,” ujarnya kepada Sariagri.id, Jumat (18/3/2022). Kedua, lanjut dia, pengawasannya akan sangat sulit, hal tersebut dikarenakan minyak goreng curah tidak terdapat barcode, kode produksi sehingga memungkinkan terjadinya pengoplosan minyak goreng curah. “Kedua, pengawasannya akan sangat-sangat susah, karena yang namanya minyak goreng curah itu tidak ada barcodenya, tidak ada kode produksinya sehingga kemungkinan dioplos dengan minyak jelantah ada, kemungkinan tidak sampai sasaran harga di level ritail tetap mahal ada,” terangnya. “Jadi minyak goreng curah itu susah sekali untuk diawasi subsidinya, moral hazardnya terlalu besar,” tambahnya. Ketiga, lanjut Bhima, gonta-ganti kebijakan ini menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah. Menurutnya, jika DMO berada pada angka 20 persen dan dianggap pasokan tidak memenuhi berarti masalahnya ada pada distributor. “Kalau masalahnya di distributor tindak tegas penimbunan, macetnya distributor di mana itu lebih mudah penelusurannya kalau minyak goreng kemasan. Jadi harusnya DMO dan HET itu kalau diberlakukan dengan baik itu sudah bisa menyelesaikan,” tandasnya. Bhima mengatakan saat ini keadaannya seperti saling menyalahkan, ada yang menyebut pasokan aman namun distribusi tidak terurus. Selain itu, lanjut dia, peran Bulog dikatakan alpa dalam menangani kasus ini. “Berikutnya lagi kalau menggunakan dana BPDPKS dikhawatirkan gak akan cukup untuk menanggung minyak goreng curah, apalagi minyak goreng curah ini masih cukup besar pemanfaatannya baik di rumah tangga maupun di UMKM,” imbuhnya. Bhima menambahkan bahwa dirinya tidak setuju dengan adanya subsidi pada minyak goreng curah. “Saya kira gak setuju ya dengan subsidi ini, apalagi melepas minyak goreng kemasan dengan mekanisme pasar harganya akan lebih tinggi lagi, karena pada saat ramadan harganya biasanya naik 20 persen dibanding bulan biasa permintaan minyak goreng, dan saat idul fitri itu naiknya bisa 40 persen. Melepas minyak goreng ke mekanisme pasar ini kebijakan yang fatal, karena yang akan dirugikan kelas menengah yang saat ini pemulihan daya belinya belum solid, seperti sebelum pandemi,” pungkasnya. Video:  
http://dlvr.it/SLw3kQ

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama